Terlepas
dari benar tidaknya judul diatas secara kitab tata bahasa, entah mengapa saya
ingin menuliskan hal ini sebagai tulisan pertama. Ehem…
Jadi
ingatan terlama apa yang kalian miliki? Setelah saya mencoba mengingat-ingat,
ingatan terlama saya adalah ketika ibu, sepertinya waktu itu masih siang hari,
membawa kain biru muda dan biru tua yang kelak akan saya kenakan untuk seragam
TK. Tapi saya tidak ingat bagian pergi ke penjahitnya. Yah itu saja. Ketika
saya masuk TK, usia saya kira-kira 4 tahun. Ingatan yang cukup pendek…
Ngomong-omong
soal kenangan waktu TK, saya memiliki banyak kenangan. Saya masih ingat dimana letak kelas 0 kecil dan 0
besar saya.
Saat 0 kecil, atau sebutan lainnya TK
kecil, ada seorang teman yang dengan bangganya memamerkan vitamin C berbentuk
bintang-bintang yang saat itu cukup nge-trend dikalangan anak-anak TK. Anak
laki-laki naas itu, entah siapa namanya, dengan baik hati memperbolehkan kami
mencicipinya. Tidak ketinggalan pula, si empunya ikut memakan banyak-banyak
vitamin C nya, entah berapa biji yang sudah dia makan, pokoknya dia langsung
diare.
Saat 0 besar, saya mengalami kejadian yang
cukup membuat saya trauma untuk memegang pohon. Jadi kejadiannya berawal ketika
kami, anak-anak TK polos nan lucu, berjalan kaki ke alun-alun kota untuk
bermain di sana. Sepanjang perjalanan kembali ke TK, saya dan teman-teman
berlarian sambil memegang pohon-pohon disepanjang jalan yang kami lalui. Naas,
saya belum tahu tentang salah satu budaya manusia abad dua puluh, yaitu sering
pipi* sembarangan. Lain halnya dengan anjing dan kucing jantan yang pipi* untuk
menyatakan teritorial kekuasaannya, bahkan menginvasi teritorial musuhnya.
Serius, invasi. Karena saya pernah melihat di rumah Nenek, pohon cabe yang
paginya dipipi*in sama si kucing, mungkin karena gak terima sama si kucing
kampung yang nomaden cuma numpang makan aja, siangnya pohon cabe yang sama
dipipi*in sama si anjing. Jadilah cabenya tumbuh subur membusuk tanpa ada yang
berniat untuk memanen.
Oke, fokus. Jadi pohon yang saya pegang
sepertinya telah ditandai. Bukan beruang, karena beruang hanya mencakar-cakar
pohon, mirip dengan adegan Jacob Black dan Edward Cullen dari film Twilight
saat mengelabui teman sepermainan mereka, kalau tidak salah. Pipi*??? Bukan,
saya tidak tega membayangkan mereka pipi* di pohon. Yak mereka mencakar-cakar
pohon untuk meninggalkan jejak mereka (gagal fokus lagi). Kurang lebih seperti
itu, cmiw.
Lalu kira-kira ditahun yang sama, pokoknya
sebelum pak Harto lengser. Saya
belajar bersepeda ditemani si mbak, saya lupa namanya. Entah berapa abad yang
telah dihabiskan si mbak untuk mengajari saya bersepeda. Suatu hari si mbak dan
tetangga menyeletuk
“Masak udah gede
gak bisa naik sepeda?”
Karena merasa harga diri saya
dipertaruhkan, saya tidak terima
“Aku sudah bisa
kok!!!”
sambil membela diri saya lantas mengayuh
sepeda kuat-kuat. Karena biasanya hanya bersepeda dengan kecepatan 0,sekian
km/jam dituntun si mbak, ilmu dalam bersepeda yang tidak pernah diwariskan oleh
si mbak adalah REM. Saya yang masih polos,
tidak tahu bahwa sepeda itu punya rem. Walhasil, saya menabrak tembok pak RW yang belum genap dua hari dicat. Hal
yang sama, cukup bisa untuk dikategorikan ajaib juga, terjadi saat saya belajar
motor kira-kira ketika saya kelas 1 SMA. Saya baru tahu motor itu punya dua
rem, dulunya saya cuma tahu rem depan saja. Alhamdulillah Allah masih
menyayangi hambanya yang nista ini, gak sampai nabrak si, cukuplah bikin syok
yang ngajarin.
0 komentar:
Posting Komentar